Deteksi Dini TBC Di Pondok Pesantren Nurul Abshor
KabarBanua.com,Kotabaru- Memperingati Hari Tuberkulosis (TBC) Sedunia Tahun 2019 setiap tanggal 24 Maret dengan tema Saatnya Indonesia Bebas Tuberkulosis.
Mulai Dari Saya dengan adanya kegiatan Diseminasi Informasi berupa Intensifikasi Deteksi Dini Program TBC khususnya yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Nurul Abshor Stagen.
Kotabaru diharapkan memberikan dampak terhadap penemuan penderita sedini mungkin sehingga tidak ada penderita yang putus obat atau gagal pengobatan, ujar Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kotabaru Drs. H. Akhmad Rivai, M.Si ketika membuka Sosialisasi Edukasi TBC sekaligus Scrining gejala TBC dan rujukan terhadap santri/santriwati dengan gejala TBC ke Puskesmas.
Kegiatan sosialisasi dan scrining yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan dihadiri Dinas Kesehatan Kabupaten, Puskesmas Dirgahayu, Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Abshor dan sebanyak 80 santri/santriwati.
Penyakit TBC merupakan satu dari 10 penyebab kematian dan penyebab utama agen infeksius di tingkat global. Oleh karena itu, mengapa TBC perlu dieliminasi hal ini dikarenakan bahwa TBC menular sehingga menjadi ancaman serius bagi setiap negara; pengobatan TBC tidak mudah dan murah; TBC yang tidak ditangani hingga tuntas menyebabkan resistensi obat; dan TBC menular dengan mudah yakni melalui udara yang berpotensi menyebar di lingkungan keluarga, tempat kerja, sekolah, pondok pesantren, dan tempat umum lainnya.
Berdasarkan data di Kabupaten Kotabaru penemuan kasus TBC untuk semua kategori hingga saat ini sebesar 37,1% dari 998 kasus, dimana masih rendahnya atau berkisar 24,4% penderita TBC yang melaksanakan konversi atau pemeriksaan dahak setelah 2 bulan pengobatan, juga angka kesembuhan atau penderita dengan pengobatan lengkap masih rendah berkisar 52,4%.
Rendahnya penemuan kasus TBC disebabkan masih banyaknya petugas yang tidak terlatih, penemuan penderita yang bersifat pasif, dan program ketuk pintu tidak berjalan sebagaimana mestinya. Di samping itu, pengobatan yang tidak tuntas atau putus obat berpengaruh kepada angka kesembuhan pada penderita itu sendiri sehingga menimbulkan kekhawatiran terhadap resistensi obat TBC, ujar Rivai.(/dinkes)